Rabu, 13 Mei 2015
Pukul 09.30-11.30 WIB
Pasar Tradisional pasti sudah biasa, namun bagaimana dengan Pasar Budaya? Universitas Pendidikan Indonesia mencoba menampilkan budaya Indonesia dari perspektif yang berbeda melalui kegiatan Pasar Budaya yang bertempat di Gymnasium UPI. Tidak ada pertukaran uang dan barang tapi kita akan merasakan pertukaran budaya dan mendapatkan pemahaman dan pengetahuan baru mengenai betapa kayanya budaya kita akan nilai-nilai kehidupan.
Setiap pengunjung akan dikelompokan dan mengikuti pemandu masing-masing menuju ruang audio visual yang menampilkan karakter dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat Indonesia dari perspektif yang berbeda dan beberapa peraturan selama mengunjungi pasar budaya. Setelah itu barulah kita bisa berkunjung ke stall yang ada. Disini ditampilkan 30 kebudayaan lokal Indonesia yang dipisah dalam stall masing-masing. Dalam setiap stallnya kita akan menemui pelaku budaya asli disertai seorang usher yang menjelaskan mengenai budaya yang ditampilkannya. Beberapa berisi makanan khas dari beberapa daerah di Indonesia seperti gudeg, rendang, es cincau, es pisang ijo, jamu dan semacamnya. Ada pula yang berisi beberapa kebudayaan dan kesenian lokal seperti Tari Merak, Kesenian Benjang, Tulisan Arab Melayu, dan sebagainya.
Mungkin awalnya kita akan merasa sedikit sebal saat mengetahui kunjungan dibatasi hanya untuk dua stall yang telah ditentukan panitia. Namun perasaan itu akan berganti saat kita berada di dalamnya karena berbeda dengan pameran dimana kita hanya mengunjungi stand-stand yang ada sekilas, disini kita bisa mendapat keterangan lebih luas mengenai sejarah dari kebudayaan lokal yang ditampilkan sekaligus mencoba mempraktekannya. Misalnya dua stall yang kami kunjungi yaitu congklak dan kebudayaan Badui.
Di stall congklak kami bisa asik memainkan salah satu permainan rakyat tradisional yang menggunakan papan berlubang tujuh di kedua sisinya dan berusaha mengisi lubang rumah masing-masing hingga penuh. Dari usher kami dapat mengetahui bahwa congklak adalah permainan tradisional yang dulunya hanya boleh dimainkan kaum menak dimana rakyat biasa bahkan dilarang menyentuh papan permainan tersebut sehingga mereka berusaha menyamainya dengan menggali tanah. Siapa sangka permainan congklak juga ditemukan dalam salah satu usaha penggalian arkeologi di Yordania dan beberapa negara lain seperti Thailand juga memiliki permainan yang sama persis dengan congklak. Di beberapa daerah di Indonesia pun kita bisa menemui permainan ini dengan nama yang berbeda-beda.
Di stall kebudayaan Badui kami dapat mempraktekan cara membuat iket Mahkuta Wangsa dari tujuh belas jenis iket yang ada di Badui. Badui sendiri terdiri atas Badui dalam yang masih sangat memegang teguh kepercayaan dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat secara turun temurun dan Badui luar yang lebih terbuka dengan kebudayaan luar dan perkembangan masyarakat moderen. Ada seorang bapak yang didatangkan langsung dari Badui dan menerangkan kepada kami mengenai kebiasaan masyarakat dan kebudayaan mereka.
Badui menganut agama Sunda wiwitan dan mereka adalah kaum pekerja keras yang pantang menyia-nyiakan waktu. Setelah bekerja di ladang mereka tidak langsung beristirahat. Para perempuan biasanya langsung menenun sedang para laki-lakinya membuat kerajinan tangan seperti tas kecampang yang terbuat dari serat-serat kayu yang dibuat menjadi seperti benang. Di Badui posisi seorang pemimpin akan lebih rendah dari rakyatnya. Misalnya saat seseorang jadi kepala adat maka mereka tidak lagi diperbolehkan minum kopi dan hanya minum air putih biasa serta tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan bahkan tidak beralas kaki. Namun inilah yang membuat posisi pemimpin tidak menjadi rebutan dan seseorang memimpin dengan tulus bukan hanya mengejar kekuasaan dan kesenangan. Setelah mendengarkan penuturan beliau, kami diperbolehkan untuk mencoba menenun dengan bantuan sebilah bambu yang menjadi pengait benangnya. Kami juga diperbolehkan mencicipi madu hutan yang rasanya manis dan sedikit asam tapi enak.
Banyak nilai yang dapat kita ambil dari kunjungan ke Pasar Budaya UPI. Dan saat kita lebih mengenal kebudayaan kita maka akan timbul rasa bangga dan cinta yang membuat kita ingin melestarikannya. Ayo berkunjung ke Pasar Budaya UPI 2015!